Review
Baju Adat Aceh
Baju
Adat Aceh! Indonesia sebagai negara dengan kekayaan alam dan budaya melimpah
sudah tak asing lagi di mata dunia. Baik itu keberagaman bahasa, adat istiadat,
serta kepercayaan di dalamnya.
Salah
satu diantara sekian banyak kekayaan tersebut ada di provinsi Nangro Aceh
Darussalam (NAD). Provinsi yang dijuluki serambi mekah ini terletak di ujung
barat pulau Sumatera.
Pengaruh
budaya islam dalam keseharian masyarakat Aceh rasanya sudah tak bisa dilepaskan
lagi. Mulai dari aturan, tarian tradisional, kesenian, hingga baju adatnya
sekalipun. Gaya berpakaian mereka sejatinya ialah hasil akulturasi antara
budaya Islam dan melayu. Baik itu untuk pakaian pria maupun wanita.
Baju
adat Aceh yang biasa digunakan masyarakat sekitar dikenal dengan nama Linto
Baro (pria) dan Daro Baro (wanita). Sekarang, pakaian ini banyak digunakan
dalam acara-acara pernikahan
Baju adat Aceh untuk
Pria
Pakaian
adat Nanggroe Aceh Darussalam yang digunakan oleh pria disebut dengan Linto
Baro. Pakaian adat aceh Linto Baro diperkirakan telah ada di Aceh sejak zaman
kerajaan Perlak dan Samudera Pasai yang merupakan kerajaan Islam pertama di
Indonesia.
Pada
awalnya, Linto Baro lebih sering digunakan sebagai pakaian adat aceh untuk pria
dewasa saat menghadiri upacara adat atau upacara pemerintahan. Linto Baro
sendiri terdiri dari beberapa jenis pakaian yaitu Meukasah (baju atasan),
Siluweu (celana panjang), Ijo Korong (kain sarung bermotif khas), Rencong
(senjata khas tradisional Aceh), dan Meukeutop (penutup kepala).
1. Meukasah
Meukasah
merupakan baju tenun yang terbuat dari kain sutra. Biasanya, meukasah memiliki
warna dasar hitam. Pemilihan warna dasar hitam ini bukan tanpa alasan. Menurut
kepercayaan masyarakat sekitar, warna hitam merupakan lambang dari kebesaran.
Dalam
meukasah dapat pula ditemukan aksen sulaman emas yang hampir sama dengan
pakaian khas masyarakat China. Aksen sulaman emas ini biasanya terdapat di
kerah meukasah. Adanya aksen sulaman ini disebut-sebut karena hasil akulturasi
budaya melayu dengan budaya China. Dipercaya, masuknya lebudayaan Cina dibawa
oleh para pedagang dan pelaut yang melewati daerah Aceh kala itu.
2. Sileuweu
Selain
disebut sileuweu, celana khas baju adat Aceh ini juga memiliki nama sebutan
lain yaitu Celana Cekak Musang. Aksesoris tambahan pada celana ialah sarung
atau disebut juga ija lamgugap, ija krong, dan ija sangket. Kain sarung
biasanya merupakan kain songket berbahan dasar sutra. Cara penggunaan sarung
adalah dengan cara mengaikatkannya ke pinggang dengan panjang selutut atau
kira-kira 10 cm di atas lutut.
3. Meukeutop atau
Tutup Kepala
4. Rencong
Baju Adat Aceh untuk
Wanita
Daro
Baro merupakan sebutan untuk pakaian pengantin wanita di Aceh. Jika pakaian
pengantin laki-laki cenderung berwarna gelap, maka sebaliknya pakaian adat Aceh
untuk pengantin wanita cenderung memiliki warna lebih cerah.
Kesan
Islami tetap kental dalam pakaian wanita. Pilihan warna yang biasanya digunakan
untuk pakaian pengantin perempuan adalah merah, kuning, ungu atau hijau. Baju
adat Aceh untuk pengantin perempuan terdiri dari baju kurung, celana cekak
musang, penutup kepala dan juga perhiasan.
1. Baju Kurung
Baju
kurung dipilih sebagai atasan baju adat aceh juga memiliki patokan kuat
terhadap kaidahh-kaidah islami. Baju kurung didesain dengan ukuran lengan
panjang serta cenderung longgar. Hal tersebut dimaksudkan agar baju mampu
menutupi seluruh tubuh wanita dan tidak memperlihatkan lekuk tubuh sang
pemakai. Baju kurung merupakan bentuk akulturasi dari budaya Arab, Melayu dan
Tionghoa. Hal ini dapat dilihat dari motif kerah baju kurung yang sama dengan
motif pakaian China.
2. Celana Cekak
Musang
Celana
ini memang dapat digunakan oleh pria maupun wanita. Penggunaannya pun tidak
beda jauh dengan cara penggunaan celana cekak musang pada laki-laki.
Celana cekak musang dilengkapi dengan sarung sepanjang lutut. Selain sebagai
setelan pakaian pengantin, bawahan ini banyak digunakan saat penampilan tari
saman.
3. Penutup Kepala
Sebagai
hasil akulturasi budaya Arab dan Melayu, maka tidak heran jika pengantin wanita
dituntut untuk sebisa mungkin untuk menutupi seluruh anggota tubuhnya. Mulai
dari ujung kepala hingga ujung kaki. Pengantin perempuan biasanya menutup
kepalanya menggunakan kerudung berhiaskan dengan patham dhoi. Patham dhoi
merupakan hiasan yang terbuat dari bunga-bunga sungguhan dan masih segar.
4. Perhiasan
Selain
bermahkota kerudung berhiaskan bunga-bunga segar, bagian tubuh lain pengantin
wanita juga dihiasi berbagai macam perhiasan. Mulai dari patham dhoe (perhiasan
pada dahi berbentuk mahkota terbuat dari emas 24 karat), kemudian ditambah 5
butir serkonia putih, di mana beratnya mencapai 160 gram. Lalu ada pula gleueng
goki yaitu gelang kaki berbahan tembaga berlapiskan perak.
Semoga
bermanfaat.
0 comments:
Silahkan berkomentar yang sesuai dengan topik, Mohon Maaf komentar dengan nama komentator dan isi komentar yang berbau P*rn*grafi, Psik*trop*ka,H*ck,J*di dan komentar yang mengandung link aktif, Tidak akan ditampilkan!